Pertempuran Surabaya: Simbol Perlawanan Indonesia terhadap Kolonialisme

copas.id

copas.id – Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, perjuangan bangsa Indonesia belum berakhir. Meskipun kemerdekaan telah diumumkan, beberapa daerah di Nusantara masih harus melanjutkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia adalah Pertempuran Surabaya, yang terjadi tak lama setelah deklarasi kemerdekaan.

Pertempuran Surabaya menjadi salah satu pertempuran paling monumental dalam Revolusi Nasional Indonesia. Pertempuran ini menjadi simbol perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Menurut Nugroho Notosusanto dalam bukunya Pertempuran Surabaya (1985), pertempuran ini menunjukkan semangat patriotisme yang tinggi dari masyarakat Indonesia dalam membela negara. Ricklefs juga mengungkapkan dalam bukunya A History of Modern Indonesia Since C.1200 bahwa Pertempuran Surabaya merupakan salah satu pertempuran paling sering dalam masa revolusi.

Bagi Inggris, pertempuran ini dianggap sebagai “neraka” karena rencana mereka untuk menguasai Surabaya tertunda dua hari, akibat ketahanan dan perjuangan keras para pejuang Indonesia. Meskipun pada akhirnya Surabaya jatuh ke tangan Inggris, pertempuran ini mengubah pandangan Inggris dan Belanda terhadap Indonesia. Inggris semakin memantapkan posisinya sebagai pihak netral, sementara Belanda mulai menghargai semangat juang bangsa Indonesia.

Latar Belakang Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya dipicu oleh kedatangan pasukan Sekutu, yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), ke Surabaya pada 25 Oktober 1945. Pasukan Sekutu, yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, datang dengan tujuan mengamankan tawanan perang, melucuti senjata tentara Jepang, dan menjaga ketertiban di wilayah yang baru saja merdeka. Namun, mereka mengeluarkan selebaran yang meminta masyarakat menyerahkan senjata, yang kemudian memicu kemarahan warga Surabaya.

Selain itu, tindakan pasukan Sekutu yang menyerbu penjara dan berusaha merebut fasilitas penting menambah ketegangan. Warga Surabaya merasa terancam dan mulai melawan untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.

Kedatangan Sekutu dan Reaksi Indonesia

Kedatangan Sekutu ke Indonesia merupakan bagian dari komando SEAC (South East Asia Command), yang bertanggung jawab atas wilayah Asia Tenggara. Namun, karena wilayah yang luas, maka dibentuklah AFNEI yang bertanggung jawab atas Indonesia. Pada 29 September 1945, Letnan Jenderal Philip Christison tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugas melucuti senjata Jepang dan menjaga ketertiban.

Namun, kedatangan pasukan Sekutu yang didukung oleh Belanda tidak diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia, karena hal ini mengancam kemerdekaan yang baru diperoleh. Keberadaan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang mendukung Belanda menjadi titik ketegangan.

Insiden di Hotel Yamato

Salah satu insiden yang memperburuk hubungan Indonesia dan pasukan Sekutu terjadi di Hotel Yamato, Surabaya, pada 31 Agustus 1945. Bendera Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru dikibarkan di sana tanpa izin dari pemerintah Indonesia, yang memicu kemarahan rakyat. Setelah perundingan gagal, perkelahian terjadi antara kedua belah pihak, yang akhirnya menyebabkan kematian beberapa orang, termasuk pemimpin Belanda di Surabaya, Mr. W.V.Ch. Ploegman.

Pertempuran di Surabaya

Pada 27 Oktober 1945, pertempuran besar dimulai setelah Inggris mengeluarkan ultimatum bagi Indonesia untuk menyerah atau menghadapi serangan. Tanggal 10 November 1945 menjadi puncak dari pertempuran ini, yang dikenal dengan nama Hari Pahlawan. Pasukan Indonesia yang terdiri dari TKR, polisi, dan badan perjuangan berjuang melawan pasukan Sekutu yang lebih kuat, yang didukung oleh senjata berat dan pesawat tempur.

Pertempuran ini menyebabkan banyak korban di kedua belah pihak, dengan sekitar 20.000 korban jiwa di pihak Indonesia dan 1.500 di pihak Sekutu. Meskipun Surabaya akhirnya jatuh, semangat juang rakyat Indonesia menjadi simbol yang membangkitkan perjuangan lebih lanjut.

Perjuangan rakyat Surabaya tidak hanya berhenti pada pertempuran tersebut. Pada 10 November 1945, pemerintah Indonesia menetapkan hari tersebut sebagai Hari Pahlawan untuk menghormati para pejuang yang gugur. Peristiwa ini tidak hanya menjadi titik balik dalam perlawanan terhadap penjajah, tetapi juga menunjukkan semangat dan keberanian bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan yang telah diproklamasikan.