copas.id – Pada sejumlah wilayah, pertempuran sengit terjadi saat rakyat berusaha merebut kembali wilayah yang dikuasai sekutu. Penduduk Bandung kemudian dipindahkan, sementara banyak rumah dan bangunan penting dibakar untuk mencegah tentara Sekutu dan NICA Belanda menjadikan kota tersebut sebagai markas mereka. Peristiwa ini dikenal dengan nama Bandung Lautan Api, sebuah pembakaran besar-besaran yang bertujuan menghalangi sekutu dan NICA.
Monumen Bandung Lautan Api yang terletak di lapangan Tegallega, Bandung, dibangun untuk mengenang peristiwa heroik ini sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
Latar Belakang Terjadinya Peristiwa
Peristiwa ini berawal dari kedatangan pasukan sekutu dan NICA ke Indonesia setelah Jepang menyerah pada 16 Agustus 1945. Saat itu, rombongan sekutu yang dipimpin oleh Laksamana Muda W.R. Patterson tiba di Tanjung Priok, Jakarta, dan awalnya disambut baik oleh masyarakat Indonesia. Namun, kedatangan NICA, yang membebaskan anggota-anggota KNIL dan memberikan mereka senjata, memicu kecurigaan di kalangan rakyat Indonesia.
Pada 12 Oktober 1945, Brigade MacDonald bersama pasukan sekutu meminta agar penduduk menyerahkan senjata api mereka, kecuali untuk Polisi dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ketegangan semakin meningkat, terutama dengan adanya aksi gangguan dari para pejuang Belanda yang baru dibebaskan, yang akhirnya menyebabkan bentrokan antara TKR dan sekutu.
Pada 24 November 1945, TKR mulai menyerang markas-markas sekutu di bagian utara Bandung, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger. Aksi serupa juga terjadi di kota-kota lain seperti Surabaya, Manado, dan Medan.
Sejarah dan Proses Peristiwa Bandung Lautan Api
Pada 12 Oktober 1945, pasukan Inggris dari Brigade MacDonald tiba di Bandung dan langsung bersitegang dengan pemerintah Republik Indonesia. Mereka menuntut agar senjata-senjata api yang dimiliki oleh penduduk diserahkan, sementara TKR tetap diizinkan untuk memilikinya. Keadaan semakin memburuk ketika orang-orang Belanda yang baru saja dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan yang mengganggu keamanan, yang mengarah pada bentrokan bersenjata dengan sekutu.
Pada malam tanggal 21 November 1945, TKR bersama kelompok perjuangan lainnya melancarkan serangan ke markas-markas sekutu, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger. Tiga hari setelahnya, pasukan sekutu memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat untuk segera mengosongkan Bandung Utara dari penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Menanggapi ultimatum tersebut, Tentara Republik Indonesia (TRI) memutuskan untuk melaksanakan operasi “bumi hangus”. Keputusan ini diambil setelah melalui musyawarah dengan pihak-pihak perjuangan di Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3). Pada 23 Maret 1946, Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah dan memerintahkan evakuasi kota Bandung.
Pada malam itu, warga Bandung mulai meninggalkan kota dan pembakaran besar-besaran dimulai. Kota Bandung pun berubah menjadi lautan api, dengan asap hitam mengepul tinggi, listrik padam, dan pertempuran sengit antara pasukan TRI dan Inggris.
Pertempuran terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, selatan Bandung, di sebuah gudang amunisi milik sekutu yang diledakkan oleh milisi BRI, khususnya Muhammad Toha, yang mengorbankan nyawanya dalam aksi heroiknya.
Tokoh-Tokoh dalam Peristiwa Bandung Lautan Api
Beberapa tokoh penting yang berperan dalam peristiwa ini antara lain:
-
Kolonel Abdul Haris Nasution: Sebagai komandan Divisi III TRI, beliau memimpin musyawarah yang menghasilkan keputusan untuk mengungsikan penduduk dan membumihanguskan Bandung.
-
Muhammad Toha: Seorang pejuang yang diberikan misi untuk menghancurkan gudang amunisi sekutu di Dayeuhkolot, yang mengorbankan dirinya dalam peristiwa tersebut.
-
Sutan Sjahrir dan Abdul Haris Nasution: Mereka berperan dalam merencanakan pembumihangusan Bandung dan menghadapi ultimatum dari sekutu.
-
Atje Bastaman: Seorang wartawan yang menuliskan laporan tentang peristiwa Bandung Lautan Api untuk koran Suara Merdeka.
-
Mayor Rukana: Sebagai komandan polisi militer Bandung, ia adalah salah satu tokoh yang mencetuskan ide untuk membakar kota Bandung guna menyelamatkan wilayah tersebut dari sekutu.
Peristiwa ini menjadi inspirasi bagi lagu Halo-Halo Bandung, yang diciptakan oleh Ismail Marzuki, yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat Bandung dalam mempertahankan kota mereka.