COPAS.ID – Pernah nggak sih kamu kepikiran soal makanan narapidana di dalam penjara? Mungkin banyak dari kita yang nggak begitu memperhatikan detailnya. Tapi baru-baru ini, muncul gebrakan baru yang cukup menarik perhatian. Pemerintah, lewat Kementerian Hukum dan HAM, lagi-lagi bikin langkah cerdas—mereka mulai menyerap hasil ketahanan pangan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan menggandeng UMKM untuk penyediaan makanan para napi.
Langkah ini jelas bukan cuma soal makanan. Ini adalah bentuk sinergi antara pembinaan warga binaan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan peningkatan efisiensi anggaran. Sebuah langkah yang cukup keren menurut saya, karena melibatkan banyak aspek penting dalam satu solusi.
Ketahanan Pangan di Lapas: Bukan Sekadar Latihan Kerja
Selama ini, program ketahanan pangan di Lapas sudah berjalan. Warga binaan dilatih bertani, beternak, hingga mengelola hasil panen. Tapi, hasilnya jarang dimanfaatkan secara maksimal. Nah, lewat kebijakan baru ini, hasil pertanian dan peternakan di Lapas akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dapur para narapidana. Jadi, alih-alih membeli dari luar dengan harga mahal, Lapas bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam.
Ini bukan cuma efisiensi, tapi juga cara konkret untuk memberdayakan napi. Mereka bukan hanya menjalani hukuman, tapi juga belajar mandiri, bekerja, dan merasakan hasil dari kerja keras mereka.
UMKM Dilibatkan: Kolaborasi yang Menguntungkan Banyak Pihak
Yang bikin makin menarik, pemerintah nggak melulu mengandalkan mekanisme internal. Dalam proses penyediaan makanan napi, UMKM dilibatkan. Jadi, misalnya hasil panen atau ternak dari Lapas butuh pengolahan lebih lanjut, di sinilah UMKM bisa ambil bagian.
UMKM kuliner bisa dapat pasokan bahan baku langsung dari Lapas, olah jadi makanan, lalu kirim balik ke Lapas sebagai menu harian narapidana. Ini tentu membuka peluang usaha baru bagi pelaku UMKM, sekaligus menjamin makanan napi tetap layak dan sehat.
Menurut saya, ini langkah yang sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana UMKM masih dalam proses pemulihan pasca pandemi. Program seperti ini bukan cuma program sosial, tapi juga bisa jadi motor penggerak ekonomi lokal.
Efisiensi Anggaran dan Keberlanjutan
Kita tahu anggaran negara untuk pemasyarakatan itu nggak kecil. Salah satu komponen terbesar adalah kebutuhan konsumsi napi. Dengan menyerap hasil dari dalam Lapas sendiri dan melibatkan UMKM lokal, pengeluaran bisa ditekan tanpa mengorbankan kualitas.
Bayangkan jika setiap Lapas di Indonesia menjalankan program serupa. Hasil pertanian skala kecil di dalam Lapas bisa menjadi sumber pangan berkelanjutan. UMKM di sekitar Lapas pun bisa tumbuh karena ada jaminan pasar. Dan tentu saja, napi bisa mendapatkan makanan layak yang berasal dari hasil kerja mereka sendiri. Itu namanya rehabilitasi sosial yang nyata.
Gebrakan yang Patut Didukung
Gebrakan ini menurut saya bukan sekadar wacana. Kalau dijalankan dengan serius, ini bisa menjadi contoh bagaimana lembaga negara berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah. Nggak hanya soal efisiensi dan ekonomi, tapi juga soal kemanusiaan dan masa depan para napi.
Kita perlu mulai melihat warga binaan bukan sebagai beban, tapi sebagai manusia yang juga punya potensi. Dengan program seperti ini, mereka bisa belajar, bekerja, dan berkontribusi. Ketika mereka keluar nanti, mereka punya skill dan semangat baru untuk memulai hidup yang lebih baik.
Penutup
Kalau kamu masih mikir bahwa program untuk napi itu hanya soal hukuman, sekarang saatnya melihat dari sisi lain. Lewat gebrakan ini, makan napi bukan cuma urusan isi perut, tapi juga soal ketahanan pangan, pemberdayaan UMKM, dan semangat inklusivitas.