Hampir Setengah Lahan Bersertifikat Dikuasai Oleh 60 Keluarga ‘Crazy Rich’ Indonesia

Hampir Setengah Lahan Bersertifikat Dikuasai Oleh 60 Keluarga 'Crazy Rich' Indonesia

Copas.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa hampir separuh lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh sekelompok kecil orang.

Lahan Bersertifikat Terpetakan

Nusron menjelaskan bahwa ATR/BPN mengawasi sekitar 70,4 juta hektare areal penggunaan lain (APL). Dari jumlah tersebut, 55,9 juta hektare sudah terpetakan dan memiliki sertifikat.

Ketimpangan Penguasaan Lahan

Dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025-2030, Nusron mengungkapkan bahwa 48 persen dari lahan bersertifikat tersebut hanya dikuasai oleh 60 keluarga. Meski lahan itu masih tercatat sebagai milik negara, hanya segelintir keluarga yang menguasainya.

“Sebanyak 48 persen dari 55,9 juta hektare lahan bersertifikat, yang sekitar 56 juta hektare, hanya dikuasai oleh 60 keluarga,” kata Nusron di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).

Penguasaan Melalui Perusahaan

Nusron menjelaskan bahwa penguasaan ini dilakukan melalui berbagai badan hukum atau perusahaan, bukan secara langsung oleh individu. Ia menambahkan bahwa meskipun nama perusahaan bisa berubah, yang menguasai tetap sama: 60 keluarga.

“Jika kita lacak siapa yang mengendalikan, semuanya kembali pada 60 keluarga tersebut,” tambah Nusron.

Kebijakan Masa Lalu yang Tidak Berpihak

Menurut Nusron, ketimpangan ini adalah hasil dari kebijakan masa lalu yang tidak berpihak pada masyarakat. Kebijakan yang tidak adil ini berkontribusi pada masalah kemiskinan struktural di Indonesia.

“Masalah kemiskinan struktural muncul karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Kebijakan ini membawa kesenjangan,” ungkap Nusron.

Pemerintah Fokus pada Tiga Prinsip

Pemerintah saat ini mengusung perubahan dengan tiga prinsip utama: keadilan, pemerataan, dan keberlanjutan ekonomi. Nusron menjelaskan bahwa prinsip keberlanjutan berarti mempertahankan usaha yang sudah ada, sementara keadilan dan pemerataan berarti tidak memberikan lahan baru kepada pihak-pihak yang sudah menguasai terlalu banyak.

“Untuk lahan baru, kami tidak akan memberikannya kepada mereka yang sudah memiliki banyak,” tegas Nusron.