Memahami Sejarah G30S/PKI: Pengkhianatan Besar yang Mengguncang Bangsa

copas.id

copas.id – Proses terbentuknya suatu negara pastinya diwarnai dengan sejarah yang panjang, termasuk Indonesia. Setelah meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia melalui perjuangan yang berat untuk mempertahankan kedaulatan sepenuhnya. Negara Indonesia menghadapi berbagai tantangan pasca kemerdekaan, salah satunya adalah peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965, yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa ini dikenal sebagai G30S/PKI.

Sejarah Singkat G30S/PKI

Gerakan 30 September 1965 atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI adalah sebuah pengkhianatan besar terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini berlangsung pada malam pergantian tanggal 30 September menuju 1 Oktober, melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan PKI.

Tujuan utama dari gerakan ini adalah menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti sistem pemerintahan Indonesia menjadi komunis. Gerakan ini dipimpin oleh D.N. Aidit, yang dengan gencar mengajak rakyat Indonesia untuk mendukung PKI, dengan janji Indonesia akan lebih maju dan sejahtera di bawah kekuasaan PKI.

D.N. Aidit, tokoh sentral dalam gerakan ini, dianggap sebagai dalang utama dari G30S/PKI. Gerakan ini dimulai dari Jakarta dan Yogyakarta dengan sasaran utama adalah menculik dan menghilangkan nyawa perwira-perwira tinggi TNI Angkatan Darat.

Kronologi Peristiwa G30S/PKI

Gerakan ini diawali dengan tindakan penculikan terhadap beberapa perwira tinggi TNI AD yang dilakukan oleh anggota Pasukan Cakrabirawa yang setia kepada PKI. Beberapa perwira dibawa ke Lubang Buaya dan dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Antara lain yang menjadi korban adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan lainnya.

Selain itu, terdapat juga beberapa korban lainnya dari Yogyakarta, seperti Kolonel Katamso Darmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto. Bahkan, putri dari Jenderal Abdul Haris Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, turut menjadi korban dalam peristiwa ini.

Reaksi Setelah G30S/PKI

Akibat tragedi yang begitu menyakitkan ini, rakyat Indonesia menuntut agar Partai Komunis Indonesia dibubarkan. Presiden Soekarno, dengan berat hati, akhirnya memutuskan untuk membubarkan PKI. Sebagai bagian dari upaya pembersihan dari pengaruh PKI, Soekarno memberikan mandat kepada Mayor Jenderal Soeharto untuk membersihkan struktur pemerintahan yang terkait dengan PKI, yang dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966.

Peringatan dan Pengaruh Pasca Peristiwa G30S

Pasca peristiwa G30S/PKI, peringatan terhadap peristiwa ini menjadi bagian dari sejarah yang selalu diingat. Pada era Orde Baru, tanggal 30 September selalu diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan tersebut dilakukan untuk mengenang jasa pahlawan yang gugur akibat tragedi ini, dengan pembangunan Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya sebagai simbol penghormatan.

Selain itu, di tahun 1984, sebuah film propaganda berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI diproduksi untuk menggambarkan peristiwa tersebut. Film ini menjadi tayangan wajib bagi siswa-siswa di sekolah, meskipun setelah berakhirnya era Orde Baru pada 1998, film ini tidak lagi ditayangkan.

Beberapa Buku yang Mengungkap Sejarahnya

Untuk memperdalam pemahaman tentang tragedi G30S/PKI, banyak buku yang mengungkapkan fakta-fakta baru terkait peristiwa ini. Buku-buku ini memberikan wawasan lebih dalam tentang tokoh-tokoh yang terlibat dan bagaimana peristiwa ini mengubah jalannya sejarah Indonesia. Di antara buku-buku yang mengungkapkan cerita penting tersebut adalah:

  1. Sarwo Edhie dan Peristiwa 1965: Buku ini mengungkapkan peran penting Sarwo Edhie, seorang tokoh militer yang berperan dalam pembubaran PKI.
  2. Sjam: Mengungkap kisah tentang Sjam Kamaruzaman, tokoh yang terlibat dalam pengorganisasian gerakan ini.
  3. Njoto: Buku ini mengungkapkan peran penting Njoto, seorang politisi senior PKI yang terlupakan dalam sejarah.
  4. G30S dan Asia: Buku ini membahas keterlibatan negara-negara lain, seperti Tiongkok dan Jepang, dalam tragedi ini dan dampaknya terhadap politik global.